Rabu, Februari 13, 2013

Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu,”Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” Luqman [31] ; (12)
***
Dalam tafsir Ibnu Katsir, Lukman yang dimaksud dalam ayat ini ialah Luqman bin Anqa’ bin Sadun. Nasehat Luqman kepada anaknya yang syarat dengan kasih sayang dan penuh dengan muatan ideology ini diabadaikan di dalam Al Quran. Penanaman aqidah dan akhlak menjadi pokok bahasan yang tak terpisahkan dalam nasehat Luqman.
Dan selayaknyalah kita belajar pada Lukman Al-Hakim bagaimana mendidik anak-anak kita agar menjadi generasi Robbani.
  • Jangan mempersekutukan Allah
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya, Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” [31];(12)
Satu hal pokok yang harus kita tanamkan pada anak-anak ialah tentang akidah. Sedini mungkin anak dikenalkan siapa penciptanya, mengapa ia diciptakan dan apa tujuan hidup ini. Tentunya dengan bahasa yang mudah dicerna anak.

Penanaman akidah ini penting ditekankan sejak kecil karena akidah yang kokohlah yang mampu menjadi perisai baginya kelak ketika benturan-benturan hidup, benturan nilai-nilai dan apapun yang akan mengajaknya pada sesuatu yang tidak dibenarkan dalam agama menghampirinya.
  • Berbuat baik kepada kedua orang tua
Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian, hanya kepada-Ku kembalimu, maka akan Aku beri tahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.[31];(14-15)
Sejak kecil anak diajarkan untuk menghormati dan menghargai orang yang lebih tua darinya. Hal-hal kecil seperti mengajarkan anak bagaimana seharusnya sikap berjalan ketika  melewati orang yang lebih tua, kebiasaan mencium tangan orang yang lebih tua ketika bersalaman ataupun mengajarkan adab berbicara dengan orang yang lebih tua.

  • Menyadari sepenuhnya pengawasan Allah
(Luqman berkata), “Wahai anakku! Sesungguhnya, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya, Allah Mahahalus, Mahateliti. [31];(17)
Bercerita merupakan metode yang ampuh untuk menerangkan hal-hal yang abstrak pada anak. Bagi anak, Allah merupakan sesuatu yang abstrak karena tidak dapat dilihat dan disentuh. Cerita tentang Abu Bakar dan seorang penggembala dapat membantu kita dalam menerangkan kepada anak apa sesungguhnya pengawasan Allah.
  • Mendirikan shalat
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat………[31];(17)
Ada sebuah  pesan dari Ibnu Qoyyim yang beliau tulis dalam buku Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud halaman 241,”Hendaknya para orang tua selalu membiasakan anaknya untuk bangun di akhir malam karena ia adalah waktu pembagian pahala dan hadiah (dari Allah). Maka diantara manusia ada yang mendapatkan bagian yang banyak, ada yang mendapatkan sedikit, bahkan ada yang sama sekali tidak mendapatkan. Sesungguhnya jika seorang anak telah terbiasa bangun di akhir malam sejak masa kecilnya, maka akan menjadi lebih mudah baginya untuk membiasakannya di masa dewasa.”
Walaupun anjuran bagi orang tua untuk memerintahkan anak shalat berlaku ketika ia berumur 7 tahun, tapi alangkah baiknya jika kita sebagai orang tua membiasakan anak untuk shalat sedini mungkin sebagaimana pesan dari Ibnul Qoyyim.
Jika kebiasaan shalat kita tanamkan sejak dini, jauh akan lebih mudah mengingatkannya untuk melaksanakan shalat kelak ketika kewajiban shalat telah datang padanya.
  • Mengajarkan untuk selalu berbuat kebajikan dan mengajarkan untuk selalui menjahui kemungkaran
…… dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar…..[31];(17)
Mengajarkan kebajikkan pada anak tentunya akan lebih efektif jika dibarengi dengan contoh. Sejak kecil anak diberikan pemahaman tentang hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk disertai dengan contoh dari orang tuanya.
  • Mengajarkan kesabaran dalam menghadapi cobaan dan ujian
……….dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu perkara yang penting.” [31];(17)
Sabar merupakan implementasi dari sikap pengendalian diri, sehingga mengajarkan kesabaran kepada anak sesungguhnya juga mengajarkannya untuk bisa mengendalikan diri dan mengelola rasa marah.
Anak diajarkan untuk bersabar dari hal-hal yang sederhana seperti sabar untuk mengantri didepan kasir ketika berbelanja.
  • Mengajarkan kerendahan hati (Tawadhu’)
Dan janganlah kamu memalingkan wjah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan dibumu dengan angkuh. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya, seburuk-buruk suara ialah suara keledai. [31];(18-19)
Sifat rendah hati akan tumbuh pada diri anak melalui perilaku yang ditunjukkan orang tua kepadanya. Orang tua hendaklah senantiasa membiasakan berbicara menggunakan bahasa yang baik dan sopan pada anak. Memanggil anak dengan sebutan yang baik, mengucapkan terima kasih ketika anak membantu atau melakukan sesuatu kebaikan, dan mengucapkan maaf ketika orangtua melakukan sebuah kesalahan. Tidak membentak, memarahi atau bahkan memukul ketika anak melakukan sebuah kesalahan dan tidak pula membebaninya dengan beban yang melebihi kemampuannya.
Belajar kepada Lukman Al-Hakim, belajar menjadi orang tua bijak yang penuh hikmah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar