Banyak orang tua yang berupaya segala cara agar si buah hati sepintar Albert Einstein.
Sejumlah orang tua di Sumatra Barat berbondong-bondong menjual ternak, sawah, dan bahkan mengijonkan ikan mereka yang belum waktunya panen. Sementara itu, di Bandung, Jawa Barat, orang tua sibuk mencari sepuluh kawannya yang memiliki anak usia SD atau SMP. Tujuan mereka sama, ingin mengikutsertakan buah hatinya dalam kegiatan aktivasi otak tengah (AOT).
Konon, banyak manfaat yang bisa dipetik anak dari AOT. Penyelenggara mempromosikan anak yang otak tengahnya telah diaktivasi, akan tampil santun, religius, seimbang secara hormonal, lebih konsentrasi, dan bisa membaca dengan mata tertutup. Klaim yang paling dahsyat: mencetak anak jenius!
Yuliany, ibu dua putra, memahami jenius adalah bawaan genetik. Melalui beragam bacaan yang dilahapnya sejak awal pernikahannya tujuh tahun silam, ia menyimpulkan tidak semua anak dapat menjadi jenius. "Memangnya, kejeniusan bisa dikarbit?" tanyanya penasaran.
Doktor antropolog kesehatan Julia Maria van Tiel menggeleng. Pemahaman jenius secara ilmiah sesungguhnya didukung oleh berbagai penelitian panjang di berbagai bidang ilmu. "Waktu risetnya lebih dari seratus tahun."
Dalam ilmu psikologi, lanjut Julia, istilah jenius hanya diberikan kepada mereka yang mempunyai tingkat inteligensi luar biasa. IQ-nya tergolong dalam kategori very superior, atau dua standar deviasi di atas rata-rata. "Besaran IQ itu ditunjang pula dengan kreativitas yang luar biasa dan prestasi yang luar biasa."
Sebagai contoh, Julia menunjuk Albert Einstein, Vincent Van Goh, Rembrandt, Johann Sebastian Bach, dan Thomas Alva Edison. Lantas, siapa yang bisa masuk dalam kelompok seperti tiga tokoh penting tersebut? "Tidak semua orang, tentunya," kata Julia.
Inteligensi luar biasa adalah sebuah hal yang diturunkan. Faktor genetik merupakan salah satu penentu. "Namun demikian, anak yang memiliki gen ini membutuhkan dukungan lingkungan agar ia bisa menghasilkan prestasi luar biasanya sebagai karya jenius," urai Julia yang juga pembina di situs anakberbakat@ yahoogroups. com itu.
Karya jenius tentunya haruslah bersifat orisinal. Ini merupakan wujud pengembangan inteligensi dengan kreativitas yang tinggi serta dikembangkannya sendiri. "Seseorang yang hanya meniru atau mengikuti perintah sebagaimana anak-anak yang dilatih dalam kegiatan aktivasi otak tengah itu, dalam ilmu psikologi tidak dapat dikategorikan sebagai anak jenius," cetus Julia yang juga penulis buku.
Julia mengatakan, pihak-pihak yang mengimingi masyarakat dengan menawarkan jalan tol menuju kejeniusan telah melakukan praktik penipuan. Mereka sama saja menisbikan dan menolak keragaman yang terdapat pada tiap-tiap individu. "Klaim mereka bertentangan dengan ragam teori dan kepustakaan ilmiah di bidang tumbuh kembang kognisi manusia (cognitive and learning theories)," ucap Julia.
Keragaman antarindividu ditentukan oleh potensi dasarnya. Itu akan memengaruhi gaya belajar, cara berpikir, dan cara menyerap suatu informasi. "Kejeniusan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan," tandas Julia. ed: nina chairani
Salah Istilah, Salah Kaprah
Kecerdasan memiliki makna yang berbeda dengan bakat. Tingkat kecerdasan berkaitan dengan IQ. "Anak yang memiliki keunggulan di bidang olahraga, musik, atau social, disebut memiliki bakat," jelas psikolog A Kasandra Putranto.
Bakat bisa digali dan diasah. Kecerdasan pun perlu dioptimalkan melalui proses latihan dan stimulasi yang telah terbukti secara ilmiah. Itulah tugas besar orang tua. "Kita harus mendampingi anak-anak agar mereka dapat mengeluarkan potensi terbaik yang dimilikinya, " cetus psikolog klinis ini.
Tengok saja Michael Phelps. Di arena kejuaraan renang dunia, namanya teramat disegani. Dialah pemecah rekor renang di ajang Olimpiade. "Phelps bukan anak jenius. Attention deficit disorder (ADD) menghambat prestasi akademisnya, namun dalam bidang olahraga renang dia berprestasi, " tutur Kasandra.
Beberapa tokoh teori kecerdasan mungkin saja memiliki argumentasi yang berbeda. Howard Gardner, misalnya. "Ia meyakini bahwa bakat juga merupakan komponen kecerdasan, antara lain kecerdasan fisik, musik, bahasa, interpersonal, dan naturalistik, " imbuh Kasandra.
Orang tua semestinya tidak melulu menuntut anaknya unggul di bidang akademis. Apalagi, faktor genetik berpengaruh pada daya tangkap anak. "Bagaimana dengan anak-anak yang IQ-nya rata-rata atau di bawah rata-rata? Apakah mereka tidak ada artinya hanya karena keterbatasannya di bidang akademis?" tanya Kasandra retoris.
Tingkat kecerdasan yang lebih rendah sebenarnya hanya berarti bahwa mereka perlu berusaha lebih keras dibandingkan mereka yang memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi. Hal ini terbukti dalam pengamatan Kasandra terhadap klien-kliennya selama ini. "Dengan upaya yang lebih keras, mereka bisa tetap mencapai prestasi."
Kasandra menyarankan agar orang tua memahami profil anaknya dan menghargai keunikannya dengan anak lain. Anak tidak harus jenius. "Banyak contoh orang bisa tetap 'menjadi' tanpa membawa gen jenius."
Kasandra juga mengatakan tidak penting memaksakan anak menjadi jenius, tetapi lebih baik mendampingi dan membantu mereka untuk menemukan potensi dan melatihnya agar dapat berprestasi. ed: nina chairani
Petunjuk Awal Si Jenius
Bagaimana ciri anak jenius? Banyak criteria disodorkan. Berikut tanda-tanda awalnya, seperti yang dirumuskan American Association of Gifted Children dari Duke University:
- Belajar dengan cepat dan mengingat dengan mudah
- Terlihat lebih matang dari usianya
- Perbendaharaan katanya luas, menunjukkan minat yang tak lazim terhadap kata-kata atau sudah membaca sesuai keinginannya sendiri
- Melakukan uji coba sendiri untuk menyelesaikan masalah
- Lebih menyukai teman yang lebih tua
- Cenderung sensitif
- Menunjukkan semangat keingintahuan
- Menunjukkan rasa sayang pada manusia dan binatang
- Menyukai puzzle, teka-teki, dan angka
- Cenderung suka mempertanyakan kekuasaan
- Mudah bosan
- Energetik
Apakah si kecil memiliki beberapa karakteristik di atas? Bila ya, para ahli di Duke University menyarankan orang tua untuk membawa sang anak kepada pakar perkembang an anak.
Seperti mengembangkan bakat pada anak dengan kecerdasan biasa, para ahli memberi kan saran tak jauh beda pada orang tua si jenius. Saran mereka, orang tua bisa membantu memelihara bakat alami anak dengan membacakan buku dan memperkenalkan pada seni, musik, alam, dan olahraga. americanbaby.com/nina ch
sumber: www.indi-smart.com (http://koran.republika.co.id/koran/0/127763/Tiap_Anak_ Jenius_Betulkah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar