Senin, Oktober 07, 2019

Hari / Tanggal       : Senin / 07 Oktober 2019
Materi

BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA

Mungkin sebagian dari kita bingung mengisi waktu liburan kali ini. Ada yang mengisinya dengan menonton televisi, tamasya, belanja, jalan-jalan, dan lain-lain. Ada yang mengisi liburannya dengan setumpuk kegiatan organisasi di kampus, ada pula yang mengisinya dengan menghadiri banyak pengajian. Sebagian mengisi liburan dengan kegiatan yang bermanfaat, sedangkan sebagian yang lain mengisinya dengan kegiatan yang sia-sia. Terlepas dari semua itu, tidakkah kita ingat bahwa terdapat suatu kegiatan yang sangat mulia dan utama? Kegiatan mulia yang bernama “berbakti kepada kedua orang tua”.
Kita pasti sudah tidak asing dengan kata “berbakti kepada kedua orang tua” yang sering kita jumpai di pengajian-pengajian dan buku-buku keislaman. Kali ini, kami ingin mengingatkan kembali tentang tema berbakti kepada kedua orang tua serta kisah para ulama dalam menaati kedua orang tua.
Kedudukan Berbakti kepada Kedua Orang Tua dalam Islam
Islam menjadikan berbakti kepada kedua orang tua sebagai sebuah kewajiban yang sangat besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika ditanya tentang amal-amal saleh yang paling tinggi dan mulia,
“Shalat tepat pada waktunya … berbuat baik kepada kedua orang tua … jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lihatlah … betapa kedudukan orang tua sangat agung dalam Islam, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menempatkannya sebagai salah satu amalan yang paling utama. Lalu, sudahkah kita berbakti kepada kedua orang tua?
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam“Ibumu.” Laki-laki itu bertanya kembali, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Lagi-lagi beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu pun bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Maka beliau menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perkataan Salafush Shalih (Generasi Pendahulu yang Saleh) tentang Berbakti kepada Kedua Orang Tua
Suatu ketika Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bertanya kepada seseorang, “Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk ke dalam surga?” Orang itu menjawab, “Ya.” Ibnu Umar berkata, “Berbaktilah kepada ibumu. Demi Allah, jika engkau melembutkan kata-kata untuknya, memberinya makan, niscaya engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Bukhari)
Subhanallah … Dewasa ini sering kita saksikan banyak orang yang melakukan ritual-ritual ibadah yang menyimpang karena kebodohan mereka dengan tujuan agar terhindar dari api neraka dan mendekatkan diri ke surga. Padahal kalau mereka tahu, sebenarnya alangkah dekatnya mereka dengan surga. Ya … surga yang selalu menjadi penggerak jiwa para salafush shalih untuk bisa meraihnya, yang dipenuhi dengan kenikmatan, beraroma kasturi, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, yang membuat segenap jiwa merindukannya, yang menjadi harapan utama bagi setiap mukmin. Semua itu bisa mereka raih dengan berbakti kepada kedua orang tua selama mereka menjauhi dosa besar.
Kisah Seorang Wanita yang Berbakti kepada Ibunya
Yahya bin Katsir menceritakan, “Suatu ketika Abu Musa Al-Asy’ari dan Abu Amir radhiyallahu ‘anhuma datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berbaiat kepada beliau dan masuk Islam. Ketika itu, beliau bertanya, ‘Apa yang kamu lakukan terhadap istrimu yang kamu tuduh ini dan itu?’ Keduanya menjawab, ‘Kami tinggalkan dia bersama keluarganya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya mereka telah diampuni.’
‘Mengapa wahai Rasulullah?’ tanya mereka. Beliau menjawab, ‘Karena dia telah berbuat baik kepada ibunya.’ Kemudian beliau melanjutkan, ‘Dia memiliki ibu yang sangat tua. Suatu ketika ada orang yang berseru, ‘Hai, ada musuh yang hendak memporak-porandakan kalian!’ Lalu ia menggendong ibunya yang telah tua itu. Bila kelelahan, ia turunkan ibunya kemudian ia gendong ibunya di depan. Ia taruh telapak kaki ibunya di atas telapak kakinya agar ibunya tidak terkena panas. Begitu seterusnya hingga akhirnya mereka selamat dari sergapan musuh.’”
Saudariku … renungkanlah, bila kita simak kisah di atas lebih mendalam, kita akan mengetahui bahwa berbakti kepada orang tua—terutama ibu—menjadi sebab kebahagiaan seseorang di dunia dan di akhirat. Maka selayaknya kita berusaha agar bisa meraih kebahagiaan itu selagi orang tua kita masih hidup. Kemudian bandingkanlah keadaan di zaman kita dengan kisah di atas. Alangkah jauh perbedaannya! Apakah yang memberatkan kita untuk berbakti kepadanya sebagaimana yang telah dilakukan oleh salafush shalih? Apa yang menghalangi kita untuk berbakti kepadanya jika hal tersebut akan membuat kita bahagia dan menjadi orang yang kaya pahala dan tenteram hatinya?
Sungguh merugi jika kita mengetahui dekatnya surga denganberbakti kepada kedua orang tua, tetapi kita malah melalaikannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda,
“Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau ingin maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah ia.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dalam hadits lain beliau juga bersabda, “Celaka, celaka, celaka!” Ada yang bertanya,”Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mendapati salah satu atau kedua orang tuanya telah berusia lanjut, tetapi tidak membuatnya masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim)
Melalui Doa Ibu
Berikut ini terdapat kutipan kisah penuh hikmah tentang pentingnya berbakti kepada orang tua. Salim bin Ayyub bercerita, “Aku pernah mengadakan perjalanan ke kota Ray, ketika itu usiaku dua puluh tahun. Di sana aku menghadiri suatu majelis dengan seorang syaikhyang sedang mengajar. Syaikh itu berkata kepadaku, ‘Maju dan bacalah.’ Aku berusaha membacanya tetapi aku tidak bisa. Lidahku kelu.
Ia bertanya, ‘Apakah kamu punya ibu?’
Aku menjawab, ‘Ya.’
Syaikh berkata, ‘Kalau begitu, mintalah ia supaya mendoakanmu agar Allah menganugerahkanmu Al-Qur`anul-Karim dan ilmu.’
Lantas aku pulang menemui ibuku dan memintanya berdoa. Maka ia berdoa untukku. Setelah tumbuh dewasa, suatu ketika aku pergi ke Bagdad. Di sana aku belajar bahasa Arab dan fikih, kemudian aku kembali ke kota Ray.
Ketika aku sedang berada di Masjid Al-Jami’ mempelajari kitab Mukhtashar Al-Muzani, tiba-tiba Asy-syaikh datang dan mengucapkan salam kepada kami sedangkan ia tidak mengenaliku. Ia mendengarkan perkataan kami, tetapi tidak tahu apa yang kami ucapkan, kemudian ia bertanya, ‘Kapan ia belajar seperti ini?’ Maka aku ingin mengatakan seperti yang ia ucapkan dahulu, ‘Jika engkau punya ibu, katakan kepadanya agar ia berdoa untukmu.’ Akan tetapi aku malu kepadanya.”
Lihatlah Saudariku, betapa mustajabnya doa seorang ibu. Lalu mengapa terkadang kita khawatir doa kita tidak terkabul? Mengapa terkadang kita merasa kesulitan memahami suatu ilmu padahal ada seorang ibu di samping kita?
Bakti Seorang Anak ketika Orang Tua telah Tiada
Terkadang sebagian kita beranggapan bahwa kewajiban berbakti kepada kedua orang tua telah usai ketika orang tua telah wafat. Jika memang demikian, alangkah bakhilnya diri kita. Alangkah singkatnya bakti kita kepada orang tua yang telah mengasuh kita dengan penuh kasih sayang, yang telah mengorbankan siang dan malamnya untuk kebahagiaan sang anak. Seseorang yang telah mengucurkan banyak air mata dan keringat untuk kebaikan sang anak. Lantas, apakah balas budi kepada mereka akan berakhir seiring berakhirnya  kehidupan mereka??
Saudariku … ketahuilah, bahwa saat setelah wafat adalah saat di mana kedua orang tua paling membutuhkan bakti anak-anaknya, yaitu ketika mereka telah memasuki alam barzah. Mereka sangat membutuhkan doa yang baik dan permohonan ampun melalui seorang anak untuk mengangkat kedua telapak tangannya kepada Allah Ta’ala.
Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah masih tersisa sesuatu sebagai baktiku kepada kedua orang tuaku setelah keduanya wafat?” Beliau bersabda, “Ya, engkau mendoakan keduanya, memohonkan ampunan untuk keduanya, menunaikan janji keduanya, memuliakan teman keduanya, dan silaturahmi yang tidak tersambung kecuali dengan keduanya.” (HR. Al-Hakim)
Begitulah, bakti seorang anak kepada kedua orang tua senantiasa menjadi utang manusia selama ruh masih berada pada jasadnya, selama jantung masih berdetak, selama nadi masih berdenyut, dan selama napas masih berembus. Oleh karena itu, sangat keliru jika ada orang yang beranggapan bahwa baktinya telah usai ketika orang tua telah wafat. Bakti seorang anak kepada orang tua senantiasa menjadi hutang yang harus ditunaikan sampai ia bertemu dengan Allah Ta’ala. Mereka sangat membutuhkan doa yang tulus serta permohonan ampun sehingga mereka mendapatkan limpahan rahmat dan ampunan dari Allah karenanya.
Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga. Lantas ia bertanya, ‘Wahai Rabb, mengapa aku mendapatkan ini?’ Allah menjawab, ‘Karena permohonan ampunan anakmu untukmu.’” (HR. Ahmad)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila seorang anak Adam meninggal dunia maka amalnya terputus, kecuali tiga perkara: … ,anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Faedah Berbakti kepada Kedua Orang Tua
Berbakti kepada kedua orang tua membuahkan banyak keutamaan. Berikut ini beberapa faedah berbakti kepada kedua orang tua:
  1. Dikabulkannya doa (sebagaimana kisah yang telah disebutkan).
  2. Sebab dihapuskannya dosa besar.
    Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah melakukan dosa besar. Apakah ada taubat untukku?” Nabi bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang ibu?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Nabi bertanya lagi, “Apakah engkau memiliki seorang bibi?” Ia menjawab, “Ya. “ Nabi bersabda, “Berbaktilah kepadanya.” (HR. Ibnu Hibban)
  3. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan penyebab keberkahan dan bertambahnya rezeki.
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Ahmad)
  4. Barangsiapa yang berbakti kepada bapak ibunya maka anak-anaknya akan berbakti kepadanya, dan barangsiapa yang durhaka kepada keduanya maka anak-anaknya pun akan durhaka pula kepadanya.
    Tsabit Al-Banany mengatakan, “Aku melihat seseorang memukul bapaknya di suatu tempat. Maka dikatakan kepadanya, ‘Apa-apaan ini?’ Sang ayah berkata, ‘Biarkanlah dia. Sesungguhnya dulu aku memukul ayahku pada bagian ini maka aku diuji Allah dengan anakku sendiri, ia memukulku pada bagian ini. Berbaktilah kalian kepada orang tua kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakt kepada kalian.’”
  5. Ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua, murka Allah pada murka orang tua.
  6. Diterimanya amal.
    Sesorang yang berbakti kepada kedua orang tua maka amalnya akan diterima. Diterimanya amal akan mendatangkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Kalau aku tahu bahwasanya aku punya shalat yang diterima, pasti aku bersandar kepada hal itu. Barangsiapa yang berbakti kepada kedua orang tuanya, sesungguhnya Allah menerima amalnya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar