Mengapa disebut Zakat Fitrah?
Zakat lebih populer di kalangan para ulama –wallahu a’lam– disebut زَكَاةُ الْفِطْرِ zakat fithri atau صَدَقَةُ الْفِطْرِ shadaqah fithri. Kata Fithri di sini kembali kepada makna berbuka dari puasa Ramadhan, karena kewajiban tersebut ada setelah selesai menunaikan puasa bulan Ramadhan. Sebagian ulama seperti Ibnu Hajar Al-’Asqalani menerangkan bahwa sebutan yang kedua ini lebih jelas jika merujuk pada sebab musababnya dan pada sebagian penyebutannya dalam sebagian riwayat. (Lihat Fathul Bari, 3/367)
Zakat fitrah besarnya satu sha' (sekitar 2,5 kg atau 3,5 liter besar). Zakat ini diberikan kepada golongan fakir-miskin, dengan maksud utama agar jangan sampai ada orang yang meminta-minta (kelaparan) pada Hari Raya 'Iedul Fitri (hadits shahih riwayat Baihaqi dan Daruquthni dari Ibnu Umar).
Yang berhak menerima zakat adalah:
- Fakir adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk para pegawai kelas rendah yang berpenghasilan kecil.
- Miskin adalah orang yang tidak mampu berusaha atau berkarya lagi karena cacat atau gangguan lain seperti orang buta, lumpuh atau pengangguran yang tidak terelakkan.
- Amil pengelola zakat yaitu orang yang diangkat oleh pemerintah untuk menangani pengumpulan, penghitungan dan pembagian zakat.
- Mu’allaf adalah orang yang diharapkan keIslamannya atau orang yang goyah keislamannya. Boleh memberikan zakat kepada non muslim yang terlihat ada kecenderungan terhadap Islam atau orang-orang yang baru masuk Islam agar tetap teguh dalam memeluk Islam.
- Budak untuk sekarang ini bagiannya boleh disalurkan untuk melepas tawanan atau sandera Islam yang ditawan oleh musuh Islam sebagaimana pendapat Imam Ahmad.
- Gharim adalah orang yang terhimpit oleh utang sementara tidak ada harta untuk pengembalian utang tersebut, dengan syarat hutang tersebut untuk keperluan hal-hal yang mubah.
- Fi Sabilillah adalah orang-orang yang tertahan di medan jihad dalam rangka menegakkan agama Allah.
- Ibnu Sabil adalah orang yang sedang bepergian yang tidak mampu melanjutkan perjalanan karena sedang kehabisan bekal, kehilangan atau kecopetan, termasuk juga anak-anak jalanan dan gelandangan.
Orang-orang yang tidak boleh menerima zakat
Orang kaya, yaitu orang yang berkecukupan atau mempunyai harta yang sampai senisab.
Orang yang kuat yang mampu berusaha untuk mencukupi kebutuhannya dan jika penghasilannya tidak mencukupi, maka boleh mengambil zakat.
Orang kafir di bawah perlindungan negara Islam ke-cuali jika diharapkan untuk masuk Islam.
Bapak ibu atau kakek nenek hingga ke atas atau anak-anak hingga ke bawah atau isteri dari orang yang mengeluarkan zakat, karena nafkah mereka di bawah tanggung jawabnya. Dibolehkan menyalurkan zakat kepada selain mereka seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dan bibi dengan syarat mereka dalam keadaan membutuhkan.
Setiap muslim hendaknya berhati-hati dalam me-nyalurkan zakatnya dan berusaha sesuai dengan anjuran syari’at, setelah berusaha dan berhati-hati ternyata keliru atau kurang tepat, maka dia dimaafkan dan tidak diperintahkan untuk mengulangi dalam membayar zakat tersebut.
Jika tidak berhati-hati dalam menyalurkan zakat-nya kemudian ternyata salah penempatan tidak sampai pada yang berhak, maka dia wajib mengulangi dalam membayar zakat .
Kapankah waktu paling baik untuk membagi/menyerahkan zakat fitrah? Dan bagaimanakah orang yang membayarkan zakat setelah menunaikan shalat idul fitri?
Waktu paling utama untuk menyerah zakat fitrah adalah pada pagi hari sebelum shalat Ied. Karenanya, kita disunnahkan untuk mengakhirkan shalat ied untuk memberi kesempatan kepada kaum muslimin membayar zakat fitrahnya kepada fakir miskin. Adapun waktu wajibnya adalah setelah terbenam matahari akhir bulan Ramadhan sampai sebelum dilaksanakan shalat Ied. Dalilnya adalah hadits Ibnu Abbas bahwasanya Rasululullah saw bersabda:
من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة، ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقاتٌٌٌََََََََََََََََََََََََََََََََُِِِِِِّّّّّْْْْْْ
"Barang siapa yang membayar zakat fitrah sebelum shalat ied maka termasuk zakat fitrah yang diterima; dan barang siapa yang membayarnya sesudah shalat ied maka termasuk sedekah biasa (bukan lagi dianggap zakat fitrah)." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits di atas menjelaskan bahwa barangsiapa yang membayar zakat setelah ied, tidak dianggap sebagai zakat fitrah, tetapi sedekah biasa. Pelakunya berdosa karena mengundur-undur pembayaran zakat fitrah dari waktu yang telah ditentukan. Hendaknya ia bertaubat kepada Allah SWT dan tidak mengulanginya lagi.
Sebagian ulama menyatakan bahwa pembayaran zakat fitrah sebelum shalat Ied merupakan hal yang sunnah dan dianjurkan, bukan merupakan kewajiban, sehingga zakat fitrah yang dibayarkan setelah shalat Ied masih dianggap sah, dan batasan akhir pembayaran adalah akhir hari raya.
Bagaimana bila memajukannya sehari-dua hari sebelum Idul Fitri? Boleh saja seseorang seseorang membayar zakat fitrah satu atau dua hari sebelum hari raya pada bulan Ramadlan. Alasannya, Ibnu Umar ra pernah membayar zakat fitrah satu atau dua hari sebelum hari raya Idul Fitri. Bahkan sebagian ulama membolehkan membayar zakat fitrah pada awal bulan Ramadhan atau di pertengahan bulan. Wallahu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar