Mantapkan Keputusan dengan Sholat Istikharah
Seorang muslim ketika ingin memutuskan suatu pilihan hendaknya pilihan tersebut adalah yang terbaik baginya, tidak hanya untuk masalah dunia, tetapi juga untuk kebaikan agamanya. Dan Islam telah mensyari’atkan kepada ummatnya agar beristikharah kepada al-Khaliq dan bermusyawarah dengan orang-orang mukmin, niscaya seorang muslim tidak akan menyesal jika melakukan demikian serta berhati-hati dalam menangangi persoalannya. Allah ta’ala berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي اْلأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ
“… dan bermusyawarahlah kepada mereka (para sahabat) dalam urusan itu (peperangan, perekonomian, politik dan lain-lain). Bila kamu telah membulatkan tekad, bertawakkallah kepada Allah…” (Ali Imran, 3: 159)Berikut ini kami sampaikan hal-hal yang berkenaan dengan sholat Istikharah yang kami nukil dari kitab “Meneladani Sholat-Sholat Sunnah Rassulullah shallallahu’alaihi wa sallam” yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin ‘Umar Salim Bazmul[1] . Juga kami sertakan mp3 Doa Istikharah dan kajian penjelasan/Syarah doa tersebut oleh Ust. Armen Halim Naro -rahimahullah- .
Sholat Istikharah
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mensyariatkan umatnya agar mereka memohon pengetahuan kepada Allah ta’ala dalam segala urusan yang mereka alami dalam kehidupan mereka dan supaya mereka memohon kebaikan di dalamnya. Yaitu, dengan mengajarkan kepada mereka sholat istikharah sebagai pengganti bagi apa yang biasa dilakukan pada masa jahiliyyah, berupa ramal-meramal, memohon kepada berhala, dan melihat peruntungan.
Sholat ini seperti yang disebutkan di dalam hadits berikut:
Dari Jabir bin Abdillah radliyallahu’anhu, dia bercerita: “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah mengajarkan Istikharah kepada jami dalam segala urusan, sebagaimana beliau mengajari kami surat al-Qur’an. Beliau bersabda:
“Jika salah seorang diantara kalian berkeinginan keras melakukan sesuatu, hendaklah dia mengerjakan sholat dua rakaat di luar sholat wajib dan mengucapkan:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمَّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ)).
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon petunjuk kepada-Mu dengan Ilmu-Mu, memohon ketetapan dengan kekuasaan-Mu, dan aku memohon karunia-Mu yang sangat agung karena sesungguhnya Engkau berkuasa sedang aku tidak kuasa sama sekali, Engkau mengetahui sedang aku tidak, dan Engkau Maha Mengetahui segala yang ghoib. Ya, Allah jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini (kemudian menyebutkan langsung urusan yang dimaksud) lebih baik bagi diriku dalam agama, kehidupan, dan akhir urusanku –atau mengucapkan: Baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang-, maka tetapkanlah ia bagikudan mudahkanlah ia untukku. Kemudian, berikan berkah kepadaku dalam menjalankannya. Jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku dalam agama, kehidupan, dan akhir urusanku –atau mengucapkan: Baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang–, maka jauhkanlah urusan itu dariku dan jauhkan aku darinya, serta tetapkanlah yang baik itu bagiku dimanapun kebaikan itu berada. Kemudian, jadikanlah aku orang yang ridha dengan ketetapkan tersebut.Beliau bersabda: “Hendaklah dia menyebutkan keperluannya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhori)
Dalam hadits tersebut terdapat beberapa manfaat yang dapat dipetik, yaitu:
1. Di dalam hadits ini sholat Istikharah disyariatkan. Di dalamnya juga sholat Istikharah terkesan wajib.
2. Di dalamnya juga terkandung pengertian bahwa sholat Istikharah itu disyariatkan dalam segala urusan, baik besar maupun kecil, penting maupun tidak.
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Sholat Istikharah disunnahkan dalam segala urusan, sebagaimana yang secara jelas disampaikan oleh nash hadits shahih ini”.
Perlu saya katakan juga, bahwa mengerjakan semua kewajiban dan meninggalkan semua yang diharamkan serta menunaikan semua yang disunnahkan dan meninggalkan yang makruh tidak diperlukan sholat Istikharah.
Memang benar, sholat Istikharah ini mencakup yang wajib dan yang sunnah yang harus dipilih serta hal-hal yang waktunya cukup luas.
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Sholat Istikharah ini mencakup urusan-urusan besar maupun kecil. Berapa banyak masalah kecil menjadi sumber msalah besar?”
3. Di dalamnya juga terdapat pengertian bahwa sholat Istikharah itu dua rakaat di luar sholat wajib.
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata : “Yang tampak bahwa sholat Istikharah ini dapat dikerjakan dengan dua rakaat sholat sunnah rawatib, Tahiyyatul Masjid, dan sholat-sholat sunnah lainnya”.
Perlu saya katakan bahwa maksudnya –wallahua’lam- jika ada keinginan melakukan suatu hal, hendaklah segera mengerjakan sholat Istikharah ini. Adapun menurut lahiriah ungkapan Imam an-Nawawi rahimahullah, sama saja sholat itu diniati dengan niat Istikharah atau tidak. Hal itu juga yang tampak pada lahiriah hadits.
Al-‘Iraqi mengemukakan: “Jika keinginan melakukan sesuatu muncul sebelum mengerjakan sholat sunnah rawatib atau yang semisalnya, lalu dia mengerjakan sholat tanpa niat beristikharah, namun setelah sholat muncul keinginan untuk memanjatkan do’a Istikharah, maka secara lahir hal tersebut sudah mencukupi.
4. Di dalamnya disebutkan: “Istikharah itu tidak bisa dilakukan ketika ragu-ragu karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu…”Selain itu, karena semua do’a menunjukkan kepada hal tersebut.
Jika seorang muslim merasa ragu dalam suatu hal, hendaklah dia memilih salah satu dari kedua hal tersebut dan memohon petunjuk dalam menentukan pilihan tersebut. Setelah Istikharah, dia membiarkan semua berjalan apa adanya. Jika baik mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan kepadanya dan memberikan berkah kepadanya dalam hal tersebut. Jika tidak, mudah-mudahan Dia memalingkan dirinya dari hal tersebut serta memudahkan kepada yang lebih baik dengan seizin-Nya, Yang Mahasuci lagi Mahatinggi.
5. Selain itu, didalamnya juga terkandung pengertian bahwa tidak ada penetapan bacaan surat atau beberapa ayat tertentu pada kedua rakaat tersebut setelah bacaan al-Fatihah.
6. Selain itu, didalamnya mengandung pengertian bahwa pemilihan itu terlihat dengan dimudahkannya urusan itu dan diberikannya berkah padanya. Jika tidak demikian, pasti orang yang beristikharah itu akan dipalingkan darinya dan diberikan kemudahan padanya untuk memperoleh kebaikan dimana pun kebaikan itu berada.
7. Selain itu, jika seorang Muslim mengerjakan sholat Istikharah, akan terlihat apa yang dia inginkan, baik dadanya lapang maupun tidak.
Az-Zamlakani berkata: “Jika seseorang mengerjakan sholat Istikharah dua rakaat untuk suatu hal, hendaklah setelh itu dia melakukan apa yang tampak olehnya, baik hatinya merasa senang maupun tidak, karena padanya kebaikan itu berada sekalipun jiwanya tidak menyukainya”. Lebih lanjut, dia berkata: “Di dalam hadits tersebut tidak ada syarat adanya kesenangan diri”.
8. Saat pemanjatan do’a Istikharah itu berlangsung setelah salam. Yang demikian itu didasarkan pada sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
“Jika salah seorang diantara kalian berkeinginan keras melakukan sesuatu, hendaklah dia mengerjakan sholat dua rakaat di luar sholat wajib dan mengucapkan…..”Sebab, lahiriyahnya do’a itu dipanjatkan setelah mengerjakan sholat dua rakaat, yaitu setelah salam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa do’a Istikharah itu dipanjatkan sebelum salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar